420. Anti Eden

Viewed : 96 views

Dapatlah disimpulkan bahwa makhluk surgawi yang pertama memberontak disebabkan karena tak tahu diri, siapa dia di hadapan Sang Ilahi. Kehendak terbang tinggi mengatasi bintang-bintang bahkan hingga berambisi menyamakan diri dengan Sang Maha Tinggi.

Seakan-akan pelampiasan ambisi tak terkendali itu tercermin dari kebenciannya tak terkira terhadap kehadiran umat manusia di muka bumi. Nafsu tersembunyi di dalam hati menjadi matang, pelan-pelan nyata karena tak tahan melihat Adam Hawa hidup senang.

Mungkin dikira dengan membinasakan Adam Hawa, dia berhasil merebut mahkota. Status yang membuatnya setara dengan Sang Maha Kuasa. Keinginan untuk berkuasa membuatnya menjadi jumawa, membusungkan dada, lupa diri siapa.

Alih-alih terbang tinggi mengatasi makhluk adi kodarti, ke tanah (Iberani: erets), ke bumi dia dicampakkan. Erets (arti harfiahnya: tanah yang di bawah kaki) dapat juga menunjuk kepada the underworld, alam di bawah sana, perut bumi. Penggambaran yang tepat akan suasana gelap gulita, kelam pekat.

Bukankah singkat sekali waktu yang masih ada padaku? Biarkanlah aku sendiri supaya aku dapat menikmati sedikit penghiburan sebelum aku pergi ke negeri kegelapan dan bayang-bayang maut, untuk tidak pernah kembali lagi ke negeri yang kelam pekat seperti tengah malam, tempat yang penuh kekacauan, di mana terang yang paling benderang pun sama gelapnya seperti tengah malam.’” (Ayub 10:21-22 FAYH)

Ayub tepat sekali mengekspresikan keluhannya terhadap nasib akhir manusia, semua akan menuju alam the dark of the dead. Bahkan terang paling benderang pun sama gelapnya seperti tengah malam tanpa bulan bintang.

Gelap segelapnya, tanpa setitik terang pun. Bukankah gelap yang dimaksud di sini sebagai indikasi absennya cahaya? Mungkinkah penggambaran ini memberi kesan kuat bahwa domain dari si ular, pemberontak pertama di Taman Sorga, terpisah dari kehadiran Sang Ilahi? Wilayah yang terasing dari hadirat-NYA, alam the uderwowrld.

Tidak hanya kelam pekat, alam the underworld juga dilukiskan sebagai tempat dengan suasana yang penuh kacau balau! Apakah penggambaran ini hendak menyampaikan peringatan bahwa wilayah di mana si ular berkuasa sebagai the lord of the underworld, akan ditandai denga suasana yang jauh dari keteraturan?

Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. (2 Timotius 1:7)

Di Eden, DIA hadir. Di mana ada hadirat-NYA, di situ tertib dan teratur menjelma (Lihat juga 1 Korintus 14:10). Sebaliknya, di mana si makhluk sorgawi yang mbalelo ada, di wilayah itu konflik dan perbantahan menggila.

This, in essence, is the message we heard from Christ and are passing on to you: God is light, pure light; there’s not a trace of darkness in him. ( 1 Yohanes 1:5 M)

DIA-lah Sang Terang sekaligus sebagai sumber terang. Mata sejeli penghulu malaikat sekali pun tidak akan dapat menemukan senoktah gelap dalam diri-NYA. Di dalam DIA sama sekali tidak ada kegelapan. Lawannya, si kerub benci kepada terang. Pikiran dan niatnya selalu dikuasai dunia gelap gulita.

DIA rindukan Eden meluas ke seluruh pelosok negeri. Sebagai gantinya, si ular dengan geram menyebar anti Eden agar menguasai seluruh sudut bumi. DIA kangen daku dan dikau kembali lagi kepada-NYA. Sang oposan mendorong Adinda balik badan dari hadirat-NYA.

DIA inginkan saudara bersaudara duduk rukun sentosa. Bertentangan dengan itu, si pendakwa berambisi agar sesama saling menghabisi. DIA merencanakan agar setiap suku, bahasa, kaum, dan bangsa diberkati. Tidak puas diri, si ular malahan mendorong bangsa melawan bangsa, rasialisme merajalela.

Meluaskan Eden ataukah turut menyebar virus anti Eden? Condong ke arah benih ilahi ataukah benih yang satu lagi? Sebagaimana di zaman purba, sekarangpun prinsipnya sama. Pilihan ada di tangan Adinda! (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi“,”Divine Love Story” dan “The Great Dance of Divine Love” karya NSM

Renungan Lainnya :

Comments

comments