393. Eternal Absence

Viewed : 89 views

Siapa sangka, adegan sederhana di Taman Sorga menyebabkan alam kematian, realm of dead, menjelma. Bukan hanya di alam fana, di dunia sana pun terkena imbasnya! Pengalaman kematian kini menjadi pengalaman sehari-hari manusia. Begitu pun itu akan kelak di alami si ular yang piawai berdusta (Mazmur 82:7, Yehezkiel 28:8).

Betapa dahsyat akibat ketidaktaatan! Sekali salah langkah, berdarah-darahlah sejarah peradaban! Maut telah menyelinap masuk baik ke alam manusia maupun ke alam sana. Ke dua alam menjadi berantakan.

Rasa-rasanya hanyalah tindakan sepele, siapa duga itu membuat DIA kecele. Bak layu sebelum berkembang, rencana-NYA berantakan kala seolah-olah sejak dari kandungan. Dari halaman pertama, dari narasi pembukaan, bahkan sejak dari Taman Sorga, apa yang DIA kehendaki berujung mengecewakan.

Fakta ini tentu membuat beribu tanda tanya, khususnya bagi dikau yang tidak rela membiarkan trailer di Eden berlalu begitu saja. Ataupun itu dianggap hanya kena untuk konsumsi anak-anak maksimum umur menjelang remaja. Bagi dikau yang sudah dewasa, kala membaca narasi Kejadian pasal tiga, bisa jadi itu akan mengusik logika.

Alam kematian telah merenggut anak kesayangan dari orangtuanya. Siapa tega menyaksikan bayi-bayi yang pas-pasnya membutuhkan kehadiran ibunya, di saat itulah sang bunda tiada. Belum lagi, melihat keluarga-keluarga kocar kacir korban peperangan. Ribuan pengungsi tenggelam di laut dalam untuk mencari negeri yang lebih menjanjikan.

Abang adik tidak sepaham hingga saling tikam. Pasangan saling menyakitkan, yang tadinya saling sayang, berubah seketika bak musuh bubuyutan. Anak-anak melawan orangtua, ibu-ibu tega-teganya membuang buah kandungnya ke selokan.

Logika sudah tidak jalan, rasa kasih sayang akan sesama telah hilang. Sekedar lantaran salah ucap, kawan karib pun jadi kalap. Hanya karena sepeser, nyawa melayang. Hidup tidak berharga, penderitaan di mana-mana. Alih-alih suasana sorga di dunia, bau amis nerakalah yang merajalela.

‘Mungkinkah manusia tanpa salah di hadapan Allah? Mungkinkah ia tidak bercela di mata Penciptanya? Bahkan hamba-hamba Allah di surga, tak dapat dipercayai oleh-Nya. Bahkan pada malaikat-malaikat-Nya didapati-Nya kesalahan dan cela. Apalagi makhluk dari tanah liat makhluk debu yang dapat dipencet seperti ngengat! (Ayub 4:17-19 BIS)

Aaahhh..? Apakah daku tidak salah baca?

Kalau manusia, daku sudah paham. Akan tetapi, apakah makhluk di alam maya pun ternyata ada kemungkinan bertindak seperti manusia di Eden? DIA paham tabiat manusia, begitu pun makhluk-makhluk sorga, tidak ada yang rahasia. Jika ada kemungkinan terjadi malapetaka, apakah alasannya DIA masih tetap dengan rencana menciptakan manusia?

Tidak ada yang sempurna! Hanya DIA yang sempurna. Yang tidak sempurna tentu dapat saja menyeleweng dari jalan yang seharusnya. DIA maklum akan perkara itu, sehingga tidak terkejut apa yang terjadi di Taman Sorga.

Kalau adegan di Eden berakhir dengan tercela, lantas mengapa DIA tetap kekeh dengan rencana menghadirkan Adam Hawa?

Jika saja DIA tidak mencipatkan Adam Hawa, tidak ada dunia, tidak ada alam semesta, maka daku dan dikau ada dalam status ‘ketidakadaan abadi, eternal absence.’ Adinda tidak ada, Puan dan Tuan tidak menjelma, daku dan dikau pun tidak akan pernah tercatat hadir di Indonesia. Daku tidak akan merasa ada apa-apa karena daku tiada..😄

Mungkinkah karena Adinda akhirnya DIA rela menghadirkan Adam Hawa, walaupun bencana ada kemungkinan akan menjelma? Cinta-NYA kepada daku dan dikau mendorong DIA menghadirkan rencana sorga di dunia. DIA rela menghadapi konsekwkensi itu semua agar daku hadir di persada Nusantara!

Sekarang tergantung pilihan Puan dan Tuan, layaknya Adam Hawa di Taman Sorga. Apapun pilihan Adinda, DIA sabar menantimu untuk pulang. Bak ilustrasi Anak Hilang, anak kalap harta, DIA persilakan daku dan dikau tentukan sikap. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi“,”Divine Love Story” dan “The Great Dance of Divine Love” karya NSM

Renungan Lainnya :

Comments

comments