194. ’Hai Aku Ada!’

Viewed : 511 views

Kesadaran membuat kita tahu fakta itu adalah nyata. Khayalan dan kenyataan itu dua hal yang berbeda. Walau mimpi kerap terasa aktual, tapi itu terjadinya dalam dunia maya. Imajinasi membuat manusia kreatif. Angan-angan membentuk kehidupan ini terasa bergairah. Namun, hidup dalam kenyataanlah yang menentukan keberlangsungan peradaban di dunia. Kemampuan membedakan inilah yang membuat kita menjadi manusia. Manusia yang waras. Karena paham mana realitas.

Kewarasan tersebut membuat ‘ego’ (si aku) seperti terjaga. Sekaliber Stephen Hawking bingung tak tahu itu datangnya dari mana. Mengapa bisa sadar akan hal-hal yang ada di sekitar kita. Bagi ’Sapiens’ (book by Yuval N Harari) pun masih tanda tanya besar. Bagaimana mungkin manusia (homo sapiens) satu-satunya binatang (maaf, maksudnya hewan) yang sampai kepada tingkat kewarasan itu. Kemampuan berpikir yang tak ada pada hewan lainnya.

Salah satu lukisan tangan tertua di dunia ditemukan di gua Chauvet-Point-d’Arc (Perancis Selatan). Seolah si pemilik tangan ingin menyampaikan kabar: ‘Hai aku ada!’ Sapaan yang mengisyaratkan kepada generasi kemudian bahwa dia pernah tinggal di situ. Hingga akhirnya pesan itu sampai juga kepada manusia modern sekitar 30.000 tahun kemudian. Apakah si pemilik tangan sadar suatu masa angannya itu akan terbaca?

Para pakar dari berbagai bidang ilmu tak jemu-jemu terus mengkaji untuk memahami ‘proses’ bagaimana kesadaran itu bekerjanya. Bak ibarat ‘jeruk makan jeruk’, demikianlah manusia tak henti-henti meneliti dirinya sendiri. Ahli matematik ternama, Irving Good di tahun 1965 mengutarakan kecemasannya di masa yang akan datang. ‘Mesin dengan kemampuan berpikir superhuman bisa jadi akan dapat memperbaiki dirinya sendiri untuk lebih baik lagi.’

Kekhawatiran pakar tersebut semakin menjelma dengan berkembangnya AI (Artifical Intelligence). Temuan teknologi nano dan hardware dengan kapasitas pengolahan data yang super cepat. Dan cara berpikir yang dapat dipecah ke dalam sub-sub algoritma yang semakin sempurna. Serta kemampuan belajar sendiri (self learning) untuk memperbaiki proses maupun pengambilan keputusan dari mesin tersebut. Bisa jadi di suatu waktu nanti ‘hewan’ non-biologis seperti robot akan punya kehendak sendiri alias menjadi sadar! Hingga dapat berseru: ‘Hai aku ada!’ Akhirnya ada kemungkinan robot itu dapat melebihi kemampuan manusia!

Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; (Kejadian 3:22)

Ups! Apakah sebelum peristiwa buah itu, manusia belum ada kesadaran akan adanya yang baik dan yang jahat? Tak kenal jalan sesat. Bagaimanakah hidup dengan kesadaran penuh tapi tidak tahu tipu menipu? Proses berpikir dan ’algoritma yang lika liku’ bak belum ter-install di dalam kalbu. Apakah di sorga akan seperti itu? Sadar sepenuhnya tanpa ada noda di kalbu. Hidup di taman Eden seperti dulu.

Aaahhh! Hidup seperti itu. Di Eden seperti sebelum peristiwa kelabu. Ketika belum dikenal rasa malu. Maaf! Itu hanya lamunan masa lalu. Kenyataan yang telah lama berlalu. Tak tahu kapan akan seperti dulu. Walau ada kecenderungan manusai lebih menikmati hidup dalam impian. Bisa jadi jauh lebih bermanfaat sadar akan hidup dalam alam kenyataan.

Alkitab tak banyak cerita. Banyak pertanyaan yang penjelasannya disimpan rapat sebagai rahasia. Bagaimana kisahnya sehingga tahu bahwa dikau ada! Hidup nyata di dunia. Dunia dengan kesadaran adanya baik dan jahat. DNA ‘baik dan jahat’ sudah ada sejak dari kandungan. Manusia tidak perlu diajarkan. Seolah itu sudah terpatri sejak dari peranakan. Dan itulah yang mendasari maju mundurnya peradaban. Hancur dan bangkitnya bangsa-bangsa sepanjang zaman.

Celaka! Mungkin itu belum waktunya. Ataukah jalannya yang salah? Ataukah itu capaian yang sangat parah? Kesadaran itu mengangkat ego menjadi setingkat dengan Sang Pencipta. Kesetaraan yang, sejatinya, hanya Dia yang mampu mengendalikanya. Seumpama bayonet tajam di tangan anak balita. Tak perlu ditunggu lama. Begitu itu di tangannya. Langsung ada luka menganga. Bukankah begitu sejarah dunia? Berdarah-darah sejak dulu kala.

Anugerah ataukah malapeta? Kesadaraan adalah hak istimewa manusia. Itu tidak ada di lainnya. Itu yang dapat membuat dikau menangis sambil tertawa. Bersumpah berkata apa adanya walau tahu itu dusta. Teman yang membawa celaka. Tipu menipu itu sudah biasa. Apalagi bermuka dua. Makan teman dan cari muka itu sama saja. Walau ada juga musuh tapi masih ada rasa iba. Sahabat yang lebih baik dari Saudara.

Harapan ataukah perangkap? Itu yang memungkinkan dikau percaya walau tidak nyata. Mengejar yang tidak ada seperti itu di depan mata. Yakin benar walau semua menyalahkannya. Percaya kepada hal-hal yang maya. Walau itu bagi sebagian bodoh adanya.

Yang ini entah bagaimana. Dendam kesumat yang membara di dada. Membunuh hingga memutilasi korbannya. Namun ada juga yang rela berkorban demi yang dikasihinya. Menderita agar yang lain bahagia. Memaafkan walau pahit rasanya. Berjabat tangan walau tak sejalan. Ke kiri atau ke kanan. Itu tak dapat memisahkan persaudaraan. Berbeda tapi masih jadi teman. Itulah manusia yang membedakan dengan hewan.

Dan dan dan. Itu yang membuat dikau jatuh cinta! Sebab dikau ada! Hai aku juga ada. Ooo, mari tegor sapa. Karena itulah yang membuat kita manusia. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” karya NSM

Renungan Lainnya :

Comments

comments