159.’Cinta Memang Gila’

Viewed : 778 views

Nasi sudah jadi bubur. Waktu tak mungkin lagi diundur. Dikau dan aku tak bisa lagi kabur. Bukan hanya basah, semua telah tercebur. Sudah terlanjur. Di Eden, tarian hidup telah dimainkan. Ritme telah ditentukan. Semua sudah dalam ‘lumpur.’

Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya (Kejadian 3:6)

The woman was convinced. The fruit looked so fresh and delicious, and it would make her so wise! So she ate some of the fruit. (Kejadian 3:6, versi NLT. Terjemahan bebas: Perempuan itu diyakinkan. Aaahhh, buahnya begitu segar dan sedap, dan terlebih lagi akan membuat dia sangat bijak! Jadi, dia makan buah itu.)

Maaf, Hawa telah dapat diyakinkan! Diyakinkan? Apakah sebelumnya dia masih sangsi? Ragu dan bimbang. Seperti perahu di laut yang terombang ambing. Pikiran terlempar ke sana ke sini. Tak sinkron di mata dan hati. Yang dilihat dan yang teringat tak serasi.

Berapa lama yang kontradiksi itu akhirnya berubah menjadi harmoni? Pelan tapi pasti. Hawa melayang-layang dalam buaian si Penggoda. Ribuan kata menghujani logika. Apakah sekian lama itu, Adam tidak menyadari?

Hawa telah makan buah! Fakta tak terbantah. Telah ditoreh sejarah. Kisah hidup manusia. Tak perlu banyak analisa. Semua sudah merasa. Namun, Adam ke mana? Apakah Adam alpa? Tidak tahukah dia? Atau bagaimana sehingga buah dimakan Hawa?

Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” (Kejadian 2:23)

Bak perangko dan amplop. Lengket menyatu. Terpisah, maka akan robek. Dua-duanya luka. Adam dan Hawa tak terbelah. Dua tapi satu. Satu tapi dua. Menyatu erat, dua hati terpadu. Yang satu sakit yang lain rasa. Bagai dua sisi mata koin. Yang satu membuat yang lain berarti. Bermakna. Dan berguna. Sudah dari ’sononya,’ ke duanya saling melengkapi. Saling bergantung. Dan saling mengasihi. Ibarat mereka saling menyapa mesra: ‘Diriku itu dirimu. Diriku milikmu.’

’So,’ patut ditengarai! Adam dapat rasakan. Tampilan Hawa ada perubahan. Rona mukanya tak dapat disembunyikan. Denyut jantungnya terasa kencang berantakan. Sekali-sekali, mata liar lirik kiri kanan. Seakan ada rasa bersalah tak tertahankan. Keringat dingin keluar dari badan. Wajah pucat layu bak baru dikejutkan. Terkejut seperti melihat sesuatu yang tak dibolehkan.

Dan Adam ‘membathin’: ‘Kau bukan yang dulu lagi, sayang!’

kau bukan dirimu lagi
kau bukan yang dulu lagi
dimana cintamu sayang
dimana kasihmu (dari lagu: Kau Bukan Dirimu)

Bukan itu juga dikau dapat rasakan? Jika sesuatu tak biasa terjadi pada pasangan. Tak perlu suara. Tak harus diucapkan. Apalagi, WA-WA-an. Matanya. Cara memandang. Sikap bicaranya. Raut muka. Semuanya menceriterakan. Dan itu dikau dapat rasakan. Ada perubahan.

Ups! Tentulah! Tak perlu disangsikan. Adam maklum akan akibat buah yang ditabukan. Tahu resiko yang menanti di depan. Dan sadar sang kekasih hati terancam. Ganjaran maut yang mematikan.

Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. (1Timotius 2:14)

Adam tidak pernah plin plan. Dia yakin akan janji Tuhan. Keyakinannya teguh tak tergoncangkan. Bisa jadi, si Penggoda sudah berulang-ulang melemparkan rayuan. Semuanya mental tak membuahkan. Adam perkasa dalam iman. Namun, apa daya! Belahan jiwa telah memakan umpan.

Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. (Kejadian 3:6)

Aaahhh! Mengapa Adam makan buah haram?

Mengapa buah disodorkan? Jangan-jangan Hawa merayu Adam? Menipunya dengan kesaksian yang menyesatkan? Aaahhh, rasanya kiji jika kekasih dijerumuskan. Dicelakakan. Dikorbankan. Ataukah ada kemungkinan lain walau itu membingungkan?

Boleh jadi Adam tak rela ditinggalkan! Bagaimana mungkin dia tega membiarkan. Tak terbayang dia sampai hati melupakan. Kekasih hati sendirian. Sebatang kara di lembah maut menakutkan. Kayaknya jauh dari kenyataan. Kalau Adam tak menghiraukan. Ingin senang sendirian. Apalagi tertawa ria kala kekasih hati hancur berantakan.

Tindakan cinta acap kali memang gila!

Bisa jadi, Adam sadar. Dia siuman. Dengan segenap hati rela. Dan memutuskan yang tak terpikirkan. Dia minta buah itu dari kekasih hati. Demi agar tetap ada disamping istri! Walau harus melewati. Menyeberangi. Mendaki. Dan melalui bayang maut berulang kali. Bukankah cinta lebih kuat dari sekedar: ’Hanya maut yang memisahkan!’ Begitukah?

Cinta memang gila! Wah, cintaku masih sejauh dan seputar diri sendiri. Dan lebih cenderung bersikap: ‘Kau yang berbuat. Kau yang dapat! Tanggung sendiri. Sila nikmati.’ Itu selevel cinta picisan. Kodian. KW. Bagaimana dengan dikau? (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” karya NSM

Image by pixel2013 on Pixabay

Renungan Lainnya :

Comments

comments