350. Senyumlah!

Viewed : 440 views

Cerita ini lebih tua dari sejarah dunia, berita yang dinanti-nantikan seluruh umat manusia. Narasi yang membuat hati ria, yang duka pun akhirnya gembira. Kabarnya sangat sederhana, dikau dengan mudah dapat menangkap maksudnya.

Entah dikau digolongkan sebagai umat percaya, atau pun mereka yang muak dengan pemeo-pemeo agama, warta ini pun kena bagi semua. Tak pandang dikau dari gereja mana, atau pun ikut persekutuan yang mana, maklumat ini pun pas untuk semesta.

Ini jauh dari aturan-aturan agama, apalagi doktrin yang pembahasannya tidak ada ujungnya. Bukan juga menyangkut keterampilan, kemampuan bicara di depan. Atau pun penguasaan firman Tuhan, juga tidak menyangkut berapa banyaknya ayat yang daku hafal.

Ajaran fundamental, dasar bagi kerajaan-NYA yang kekal. Untuk sekarang, berlaku juga untuk dunia yang akan datang. Tidak berubah sepanjang masa, tetap selama-lamanya. Prinsip sejak dahulu kala hingga bertahan sepanjang era.

Ungkapan ini datang langsung dari hati Sang Raja, ucapan yang siapa pun yang mendengarnya akan merasa adem sejahtera. Rangkaian kata-kata menyentuh sukma, nancap tajam ke dalam jiwa. Sejatinya, ini kebutuhan terdalam umat manusia, di tengah-tengah bengisnya persaingan antar sesama.

“Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” (Matius 22:26)

Jika kerajaan agama memusingkan diri dengan berbagai aturan, apa yang daku harus lakukan agar dianggap takwa oleh elite rohaniawan. Hukum tentang perpuluhan, ketentuan tentang tata cara kebaktian. Norma dalam beribadah, ritual dalam menyembah Allah.

Kerajaan agama mengutamakan apa yang terlihat. Dengan begitu, mudahlah mengevaluasi progres spiritual umat. Kemajuan yang akan menentukan jenjang tanggungjawab. Yang tidak qualified, karier masuk ke jalur lambat, bahkan bisa tamat. Yang sukses mendapat posisi yang lebih hebat.

Kerajaan agama menilai dari apa yang mampu dikau buat. Berapa besar kontribusi mu kepada lembaga akhirat. Sejauhmana rela mengutamakan agenda rapat, hadir di persekutuan sebagai tanda dikau dianggap umat yang taat.

Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Matius 22:37-39)

Kerajaan Allah (KA) tidaklah demikian. KA fokus kepada apa yang ada di dalam dada, yang menjadi kerinduan manusia sejak purba. Tak peduli dikau latar belakang apa, penganut agama yang mana, semua dahaga.

Haus akan kerinduan bahwa masih ada yang rela mengasihinya apa adanya. Tanpa embel-embel prestasi, kemampuan berkontribusi, apalagi karena ada posisi. Diterima karena dikau siapa, makhluk yang segambar dengan-NYA.

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Ucapan sakti yang membuat jiwa berseri-seri. Inti dari kerajaan ilahi, saling mengasihi. Menerima tanpa syarat, menyayangi bukan karena berharap balasan, imbalan berkat.

Sejauhmana dikau dapat menerima keberadaan Saudara, sedalam itu pulalah kasih kepada Sang Pencipta. Dan sebaliknya! Kala berkata: ‘Daku mengasihi DIA.’ Pengakuan itu sesungguhnya terlihat dalam bagaimana daku memperlakukan sesama. Sesama yang mungkin tidak seagama, tidak sevisi, beda dogma, bahkan yang sering membuat sesak dada.

Karena hanya mereka yang meneladani Sang Raja dapat melakukan itu semua. Diludahi, tetap memberkati. Dikhianati, DIA terima. Dihina, DIA diam. Mesias sahabat pendosa, seperti daku dan mungkin juga dikau yang tak ada makna apa-apa bagi gereja mau pun lembaga agama.

Karena itu, berita tentang KA akan selalu dinanti-nanti oleh masyarakat yang diliputi dendam kesumat. Gak usah sakit hati, bila dikau dianggap tidak berarti, terdiskualifikasi dari organisasi rohani. Masih ada warga kerajaan-NYA yang sedia menerima Adinda apa adanya. Senyumlah! (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi“,”Divine Love Story” dan “The Great Dance of Divine Love” karya NSM

Renungan Lainnya :

Comments

comments