261. Cakap Angin!

Viewed : 916 views

Telah belasan abad, umat dibiasakan dengan mengikuti pola ibadat. Bentuk ritual yang memberi kesan, bahwa ibadah itu terpisah dari kehidupan. Waktu kebaktian, itu adalah saat-saat kudus yang dipersembahkan kepada Tuhan. Itu jam yang dinanti-nantikan, karena akan terasa ada yang kurang jika jadwal itu terlewatkan.

’Selamat hari Minggu, selamat beribadah’ adalah sapaan lumrah sesama umat pada setiap hari Ahad. Ucapan untuk mengingatkan bahwa sudah tiba harinya untuk kembali menghadap hadirat Tuhan. Setalah 6 hari lamanya berlelah-lelah, tibalah waktunya untuk beribadah. Betapa senangnya hati setelah selesai melakukan kewajiban, terlepaslah dari jiwa rasa bersalah yang senantiasa mengancam.

New normal! Kehidupan di bawah naungan wabah, ini telah merubah cara pandang umat tentang ibadah. Apa boleh buat, fakta ini tidaklah dibuat-buat. Ini era untuk pertama sekali dalam sejarah, ibadah dilakukan masing-masing dari rumah. Suasana kebaktian mingguan, sekarang dihadirkan tepat di kediaman. Pelan tapi pasti, ibadah ternyata dapat dilakukan sambil minum kopi.

Diperlukan kuasa yang amat besar, agar umat tersadar. Dibutuhkan kehadiran wibawa sedahsyat si Corona, untuk jema’at dapat dipaksa dengan ancaman nyawa. Si virus berjaya melepas umat dari sangkar, kurungan yang telah begitu lama mengakar. Penjara kebiasaan yang telah berubah menjadi keyakinan, pegangan bahwa waktu ibadah itu bagian dari kehidupan. Jadinya, terpisahlah ibadah dari hidup keseharian.

…membebaskan umat-Ku; mereka akan seperti burung yang dilepaskan dari sangkarnya. (Yehezkiel 13:20 FAYH)

Kalau dulu agar menjadi jema’at yang taat, didorong sesering mungkin ke gereja untuk beribadat. Namun sekarang niat mulia pergi beribadah, itu dihalang-halangi karena wabah. Umat diharuskan merasakan, bagaimana menikmati atmosfer ibadah dalam suasana santainya tempat kediaman. Seakan-akan jema’at digiring oleh kuasa yang tidak kelihatan, menuju kepada suatu kenyataan. Fakta bahwa ibadah itu tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan. Karena sejatinya, ibadah itu adalah kehidupan itu sendiri.

So here’s what I want you to do, God helping you: Take your everyday, ordinary life—your sleeping, eating, going-to-work, and walking-around life—and place it before God as an offering. Embracing what God does for you is the best thing you can do for him. (Roma 12:1, the Message)

Bagi sebahagian Sahabat, ini mungkin baru dianggap dalam taraf wacana alias semua orang boleh berpendapat. Bagi sebagian lagi, ini pendapat yang baru sama sekali. Tapi ada lagi yang merasa itu sudah dari dulu tahu, kalau itulah yang di katakan Alkitab. Yang mana pun daku dan dikau, semua perlu keluar dari kerangkeng masa lampau.

Ibadah itu adalah kehidupan, kegiatan rutin ataupun tidak dalam keseharian. Semua kegiatan, tidur, makan, bekerja, dan semua seputar kehidupan adalah mulia untuk dipersembahkan untuk Tuhan. Keberadaan daku dan dikau adalah seutuhnya anugerah yang layak dipersembahkan. Itulah ibadah yang DIA dambakan.

Dengan demikian, jema’at diajar pelan-pelan untuk siuman bahwa hadirat Tuhan terasa bukan hanya saat kebaktian. Bukan juga hanya pada waktu-waktu dilantukan kidung puji-pujian. Tidak juga merasa DIA hanya hadir kala doa indah dipanjatkan. Namun DIA sesungguhnya menjelama dalam semua cuaca kehidupan.

Dan mereka akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN dan bukan cakap angin, (Yehezkiel 6:10)

Ini bukan cakap angin! Dalam beberapa bulan terakhir ini, bukankah itu dikau dapat rasakan? Bahwa kesungguhan ibadah tidak lagi ditunjukkan dengan gerakan, ataupun kemerduan pujian. Karena ibadah itu adalah keseluruhan kehidupan. Jika ini bukanlah cakap angin, maka ini dahsyat merubah total kehidupan. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” dan “Divine Love Story” karya NSM

Photo by Pedro Dias on Unsplash

Renungan Lainnya :

Comments

comments