228. ’Ilusi Cinta’

Viewed : 590 views

Wabah datang begitu gagah. Semua dilibas hingga menyerah. Dalam waktu yang singkat. Pola hidup sosial dibabat. Tak terkecuali ekspresi umat beragama pun diralat. Semua dipaksa untuk taat. Makhluk tak kasat mata sebegitu kuat. Lebih 7 milyar orang tunduk bulat-bulat. Menuju era baru yang si virus buat.

Kebiasaan beribadah pun diubah. Sedih! Kali ini bak agama kalah. Jama’ah kehilangan arah. Gagap pun menimpa pengkhotbah. Seperti ini belum pernah ada dalam sejarah.

Hati siapa yang tidak tersayat. Melihat bangunan ibadah ramai-ramai ditinggal umat. Dari jauh gedung megah sudah terlihat. Siapa sangka itu telah dilupakan jemaat. Geleng-geleng kepala yang lewat. Tak percaya apa yang dilihat.

Air mata pun tak tertahankan mengalir. Melihat bangunan megah macam diapkir. Terisolir. Terbengkalai sejak wabah mengamuk. Sejak itu tak ada jemaat yang masuk. Para pelayanan Tuhan diam tertunduk. Kalbu terasa tertusuk-tusuk. Kenyataan ini membuat gugup.

Perih ulu hati. Menyaksikan tempat ibadah tidak digunakan lagi. Tempat bertumbuh secara rohani. Ibarat baju yang sarat memori. Nilai historinya tinggi. Satu-satunya yang pas di hati. Melekat erat tak terganti. Sekarang itu tidak diperlukan lagi. Sudah tidak sesuai. Fungsinya telah selesai. Sedih sekali!

Pula dulu menjadi ketua panitia hingga bangunan jadi. Pun dikorbankan harta pribadi. Demi suksesnya pembangunan rumah Ilahi. Sukacita sekali. Kala gedung megah siap berfungsi. Gunting pita sebagai bagian dari seremoni. Tempat ibadah yang dinanti-nanti. Aaahhh, nasibmu kini?

Sahabat! Apakah ibadah di rumah Tuhan belum tentu tepat? Mungkinkah jama’ah tidak lagi ingat? Bahwa di rumah Tuhanlah seharusnya semua kegiatan ibadat. Gawat! Masikah ada yang sepakat? Ataukah yang dilakukan selama ini tidak akurat? Perlu diralat! Pikiran semacam ini bisa jadi dianggap sesat.

Tetapi banyak di antara para imam dan orang Lewi serta para pemimpin — yaitu orang-orang tua yang masih ingat akan Rumah TUHAN yang indah pada zaman Raja Salomo — menangis keras-keras, (Ezra 3;12 FAYH)

Sependapat! Ikatan emosi kepada tempat ibadah memang dapat sangat kuat. Sudah ratusan tahun itu menjadi perekat. Talisilaturahmi diantara jemaat. Sekaligus itu menjadi lambang orang percaya yang taat. Selalu setia mengikuti semua kegiatan ibadat. Rela mati mempertahankan kalau ada yang mencoba menggugat.

Bak tua-tua Israel teringat yang dulu-dulu. Bait Allah di zaman yang lalu. Megah tiada tara. Itu tak mungkin lupa. Sekarang itu porakporanda. Jadi puing sisa-sisa. Menangislah mereka sejadi-jadinya. Tidak tahan melihat fakta. Ketika lebih dari 70 tahun Bait Allah jadi reruntuhan tidak berguna. Hati siapa tidak iba? Melihat Rumah Tuhan sia-sia.

sebab cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku, dan kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku. (Mazmur 69:10)

Rumah Tuhan ada tempat khusus di hati. Membuat jiwa membara dalam menyembah Ilahi. Hangus kalbu karena rindu berkemah di pelataran Bait Allah nan suci. Lebih baik berdiam diri. Di Rumah Tuhan walau itu hanya sehari. Daripada ribuan tahun di tempat lain yang aduhai. Lebih senang memandang pintu rumah Allah. Daripada mendapat barang yang mewah-mewah.

Itukah tanda cinta? Gejolak asmara memang tak terduga. Misterius tak dapat diraba. Ataukah ada makna lain dibalik kata? Mungkinkah daku dan dikau dapat terka? Rahasia romantika untuk rumah-Nya.

Kala ada yang jatuh cinta. Semesta jadi milik berdua. Sejoli yang bahagia. Setiap kata. Lirikan mata. Semua punya arti khusus di dada. Begitulah kalau asmara sedang mengila. Daun pepaya pun terasa gula. Manis tiada tara.

Setiap surat yang diterima. Kata demi kata dibaca. Kalimat pun dicerna. Hati gembira tak terkira. Tak puas-puas mata. Selalu menanti balasan berikutnya. Begitulah sejoli yang sedang jatuh cinta. Surat pun serasa dia! Cinta memang gila. Tidak ikuti logika.

Bayangkan kalau si pria jatuh cinta kepada suratnya! Tergila-gila kepada surat yang ditulis oleh kekasihnya. Bak terpesona kepada photo si dia. Namun tidak mengenalnya. Kekasih hati yang hidup di seberang sana. Ini namanya ilusi cinta. Bak bercumbu dengan bayangan si dia.

Senada itukah cinta daku dan dikau kepada rumah-Nya? Bak Adinda cinta kepada gedung bukan yang punya!

Celaka!

Jemaat tulus mengumpulkan dana. Digunakan untuk membesarkan bangunannya. Semua gembira. Bangga. Rindu selalu berada di gereja. Yang lewat pun ternganga-nganga. Kagum melihat itu menjulang tinggi ke angkasa. Hingga datang si virus menggoda.

Mereka membakar rumah Allah, merobohkan tembok Yerusalem dan membakar segala puri dalam kota itu dengan api, sehingga musnahlah segala perabotannya yang indah-indah. (2 Tawarikh 36:19)

Itukah sebabnya? Berkali-kali sejak dulu kala. Bait-Nya dibiarkan dihancurkan hingga rata. Dibakar tidak ada sisa. Mungkinkah si Corona sekarang tengah melakukan hal yang sama? Gedung ibadah dibiarkan terlena. Agar daku dan dikau mencari yang utama. Terlepas dari ilusi cinta. Dan mulai mencari DIA.

Setiap kehilangan yang selama ini digadang-gadang. Bisa jadi itu kesempatan jarang. Peluang mengenal Sang Cinta. Moga Adinda semakin maju kenal DIA. Kristus kekasih jiwa. Aamiin! (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” dan “Divine Love Story” karya NSM

Image by Free-Photos from Pixabay

Renungan Lainnya :

Comments

comments