165. ’The Wild Longing’

Viewed : 610 views

It’s in Christ that we find out who we are and what we are living for. (Efesus 1:11, the Message. Terjemahan bebas: Di dalam Sang Cinta-lah, kita mengetahui siapa dan untuk apa kita ada.)

Telah banyak ditulis tentang apa yang terjadi di Taman Sorga. Berjubel doktrin jelaskan kisah Adam dan Hawa. Sebagian anggap itu hanyalah khayalan belaka bak legenda. Yang lain merasa itu tak berarti apa-apa. Dan tak sedikit akhirnya memilih untuk tidak percaya. Namun, bagaimana kalau itu sejatinya, true story, mengenai drama cinta?

Kisah cinta yang dikhianati. Dalam Adam, daku dan dikau telah membuat hati-Nya terluka. Kita membelakangi Sang Cinta. Mencampakkan cinta yang mula-mula. Mengabaikan cinta pertama. Dan gegabah mencari pengganti. Jatuh ke pangkuan kekasih hati yang bukan sejati. Alkitab menyebutnya itu sebagai zinah rohani!

Celaka! Akibatnya?

Sila untuk menyangkal fakta ini. Tak ada yang melarang untuk tak percaya. Namun, jujur, bukankah dikau dapat rasa? Kita telah kehilangan true identity, identitas sejati. Siapa saya? Mengapa saya ada? Untuk apa saya ada? Semua bertanya karena simple love, cinta sederhana, telah sirna entah kemana.

Sang Cinta, Kristus, itu ibarat kaca mata kehidupan. Kaca mata minus (-) bagi yang rabun jauh. Bagi penderita miopia semua yang jauh terlihat kabur. Tanggalkan kaca mata itu maka semuanya jadi samar-samar. Fokus jadi berbaur. Apapun terlihat tak karuan, semuanya pudar. Kita kehilangan arah tujuan hidup. Buyar makna hidup yang sejati. Tak ada lagi harkat insani. Hidup berputar-putar hanya ‘seputar sini.’ Miopia kehidupan penyakit kronis masa kini.

Seakan-akan bak kaca mobil yang suram. Tak dapat jelas melihat dari dalam. Seolah-olah seperti pakaian yang telah kusam. Motif batik warna warninya cerah benderang telang lama padam. Ketika canda tawa hilang dan muka jadi suram. Karena bencana datang ditengah malam. Daku dan dikau hidup dalam kelam.

Akan tetapi! The deepest secret, tidak tinggal diam.

Ada suara yang berseru-seru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! (Yesaya 40:3)

Bak suara di padang gurun. Ada jeritan dalam diri ini. Keinginan tak terucapkan dari ‘dalam,’ dari hati. Kalau saja sejenak dikau berani henti. Dengarkan suara nurani. Bisa jadi kaca buram bisa bersih kembali. Pakaian kusam berwarna cerah lagi. Dan dari raut muka suram terbit pengharapan bak matahari pagi.

Daku dan dikau dilahirkan dengan keinginan ini. Kerinduan liar, the wild longing, yang tak akan pernah pudar. Tak pernah sepenuhnya puas hingga bertemu cinta yang sejati. Aaahhh, sering suaranya tak terdengar. Namun, dia datang tak henti-henti. Di kala suka sering dia angkat kaki. Duka menyapa, dia jelas terdengar bernyayi. Tidakkah dikau dengar senandungnya selama ini?

Kegelisahan hati untuk mencari cinta sejati. Jeritan kembali ke identitas semula jadi. Kerinduan untuk hidup selaras dengan ‘Maksud Abadi Ilahi’ (Efesus 3:11). Teriakan hati itu takkan henti walau tersembunyi dalam diri. Mungkin dikau sempat dengar teriakan hati ini? Ataukah lebih sering tak terjaga? Jangan-jangan malah lebih sering tidak peduli!

Hidup ini dilingkupi misteri. Keirnduan liar ini datang dan pergi. Waktu terbirit-birit lari hingga yang liar ini muncul ke permukaan lagi. Kadang dia sinis mentertawai. Dia heran daku dan dikau tak mengerti-ngerti. Akan tetapi yang pasti, jika kerinduan itu kembali, itu waktu yang sangat berharga untuk menanggapi. Rugi, bila itu berlalu tak berarti. Karena, sejatinya, tinggal itu yang kita miliki.

Jika kita sesaat henti. Rela tinggalkan kebisingan suara tak bernada dan tak berbunyi. Teduh dalam relung hati. Tengok ke dalam nurani. Bisa jadi suarnya akan nyaring terdengar dalam dada ini. Itu harta termahal dalam hidup ini. Siapa tahu daku dan dikau akan temukan kembali. Mengerti rahasia hidup yang telah lama pergi. Teka teki abadi tentang maksud keberadaan kita yang kodrati.

Hidup tak henti dengan tanda tanya. Jawabannya tak didapat begitu saja. Apalagi semudah tegur sapa lewat WA. Itu harus dijalani walau selalu ada kendala. Petunjuk arah hanya tinggal kerinduan liar yang tersembunyi di dada. Awas! Sirnanya suara hati itu, maka hilanglah segala-galanya. Karena itulah yang membuat kita manusia. Moga masih ada yang siuman dengar suara! Nada liar di dalam dada. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” karya NSM

Image by skeeze from Pixabay

Renungan Lainnya :

Comments

comments