238. ’Redirected by Corona’

Viewed : 1,530 views

Waktu begitu cepat berjalan. Sudah lewat 9 bulan. Ketika si Corona muncul di Wuhan. Hingga sekarang pun belum ketahuan. Kapan si virus akan dapat dikalahkan. Di seluruh dunia korban sudah jutaan. Dan tak terbilang banyaknya penderitaan. Bak dunia tengah dilanda sakit kandungan.

Tanpa belas kasihan. Tidak ada yang dikecualikan. Entah dikau percaya ada Tuhan. Rajin beribadah sesuai aturan. Ataupun daku anggap agama hanya sekadar pelarian. Tidak ada yang dikesampingkan. Semua dilibas habis-habisan.

Dunia mengerang kesakitan. Kiri kanan menjerit ketakutan. Pun hilang mata pencaharian. PHK besar-besaran sudah mulai dirasakan. Buruh harian. Ataupun pegawai tetap di perusahaan. Seluruhnya dilanda ketidakpastian. Menuju ke hilangnya pengharapan. Semua dilanda parno karena tak jelas lawan. Berapa lama lagikah hidup dapat bertahan?

Tidak ada yang luput. Dunia kerohanian juga ikut tertusuk. Lukanya begitu dalam menembus rusuk. Golongan elite rohaniawan begitu tega ditendang ke sudut. Terpojok diam kaku, gagu, dan kikuk. Mungkin inilah pengalaman sekali dalam seumur hidup. Daku dan dikau mengalami sendiri ritual ibadah bak jadi benang kusut.

Tetapi orang-orang di sinipun pening karena anggur dan pusing karena arak. Baik imam maupun nabi pening karena arak, kacau oleh anggur; mereka pusing oleh arak, pening pada waktu melihat penglihatan, goyang pada waktu memberi keputusan. Sungguh, segala meja penuh dengan muntah, kotoran, sehingga tidak ada tempat yang bersih lagi. (Yesaya 28:7,8)

Kebingungan tidak hanya menyerang umat. Itu juga menimpa golongan elite kelompok ahli Taurat. Nasib pelayan meja maupun jemaat. Sama-sama kacau ikuti aturan yang si virus buat. Semua dipaksa untuk tunduk bulat-bulat. Boleh tidak percaya apa yang dilihat. Namun itu fakta yang kelihatannya tidak hanya untuk sesaat.

Bagaimana mungkin meja altar yang selama ini bersih tertata. Sekarang itu berantakan tidak ada pola. Jemaat pening. Pekerja rohani pusing. Setiap gereja didorong ambil jalan masing-masing. Ada yang beriman ataukah nekad? Untuk kembali mengadakan kebaktian walau dengan protokol kesehatan yang ketat.

Ini masa-masa bak linglung karena anggur. Ritual turun temurun telah satu-satu gugur. Boleh jadi, yang terasa paling terukur. Para imam kehilangan pekerjaan yang teratur. Penggunaan gedung ibadah untuk berbakti pun sudah mulai luntur. Jemaat mulai pelan-pelan undur. Meninggalkan gedung suci tempat memberi perpuluhan sebagai ekspresi rasa syukur.

Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: “Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?” (Yohanes 2:19,20)

Kelompok elite rohani begitu gusar. Siapakah yang tahan mendengar? Bait Allah diejek dengan kasar. Dibutuhkan hampir 50 tahun untuk mendirikan bangunan yang sebegitu besar. Dikerjakan oleh tak terbilang pekerja kasar hingga ribuan pakar. Masakan hanya dalam hitungan 3 hari itu bisa kelar. Itu sungguh di luar nalar.

Sekitar 2.000 tahun yang lalu penyataan itu disuarakan. Statement yang dilontarkan tidak sembarangan. Dan akibatnya sungguh mengejutkan. Itu dianggap ide oposisi yang membahayakan. Sikap benih pembrontakan. Jelas itu tidak dapat dibiarkan. Apalagi dibolehkan. Harus dibabat sejak permulaan.

Lalu beberapa orang naik saksi melawan Dia dengan tuduhan palsu ini: “Kami sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia.” (Markus 14:57,58)

Akibatnya fatal! Jangan ganggu-gugat bangunan fenomenal. Bangunan Bait Suci itu untuk ibadah sudah merupakan unsur yang sangat esensial. Itu sudah disyaratkan dalam buku manual. Tanpa Bait Suci, bagaimanakah dapat dilaksanakan prosesi ritual? Akhirnya nyawa Mesias dijadikan tumbal.

Walau sulit, namun itu dapat dimengerti. Tanpa Bait Suci, dikemanakan peran kaum elite rohani. Jadi? Mesias terang-terangan melawan kelompok yang merasa sok begitu suci. Sekaligus seakan-akan mem-PHK-kan pekerja rohani. Pun itu meniadakan keistimewaan peran golongan khusus layaknya mereka dari suku Lewi. Pantaslah tokoh agama tak karuan menjadi-jadi.

Itu tidak boleh terjadi. Akhirnya DIA dijatuhi hukuman mati. Dan dalam kurun waktu 3 hari. Kala DIA hidup kembali. Sejak itu Bait Suci bukan lagi bangunan dari batu. Namun menunjuk kepada tubuh DIA yang baru. Berubahlah pola semua ritual yang dulu.

Mungkinkahkah si Corona tengah mengarahkan kembali (redirected) dikau dan daku? Agar umat percaya sejagat tidak lagi terbelenggu. Terpaku kepada bangunan dari kayu. Namun, menyesuaikan diri dengan arahan si Corona buat. Untuk kembali berpaling ke bangunan baru setelah 3 hari itu lewat.

Lalu? Bagaimana ritual ibadah di bangunan baru itu?

Sabar dulu! Semua juga tahu. Langkah pertama biasanya kaku. Langkah berikutnya, insya Allah, bisa jadi seru. Lantas, jalannya akan lancar mengebu-gebu. Merdeka. Bebas. Terasa lepas dari belenggu. Keluar dari rumah kayu. Bisa jadi, itulah yang selama ini menghantui dikau dan daku.

Selamat bersekutu. Di realita yang baru! Karena ini berhubungan dengan kalbu. Bukan dengan batu ataupun kayu. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” dan “Divine Love Story” karya NSM

Photo by Adam Nieścioruk on Unsplash

Comments

comments