221. ’Spiritual re-Setting!’

Viewed : 688 views

Si Corona semakin berjaya. Lebih dua juta orang sudah kena. Ratusan ribu pamit selamanya. Realitanya mungkin itu sudah sepuluh kalinya.Tak terbilang yang dibuatnya menderita. Seluruh dunia bertekuk lutut tak berdaya. Seakan setiap orang menyerah. Kepada nasib semua pasrah.

Siapa sangka. Si Corona kecil nan jelita. Virus yang tak kasat mata. Merubah semua tatanan sosial, ekonomi, dan agama. Mengobrak-abrik kebiasaan yang selama ini diterima begitu saja. Mengjungkirbalikkan kemapanan yang sudah begitu lama.

Cara tegur sapa diatur kembali. Aturan baru dalam bersilaturahmi. Rutinitas kehidupan pun tidak terkecuali. Yang selama ini tidak peduli. Sekarang tanpa disuruh orang berebut jemur pagi. Jangan ditanya ke mana vitamin-vitamin yang selama ini tidak digubris. Sekarang itu laris manis.

Entah bagaimana ini bisa terjadi. Rasanya muskil nyata hal seperti ini. Ngeri! Bak ibarat mimpi di siang hari. Kota yang ramai jadi sepi seakan seperti kota mati. Itu semua terjadi di seluruh negeri. Bumi seakan berhenti!

Bagaimana mungkin lebih 7 milyar orang hidupnya dipengaruhi. Tidak ada yang dilewati. Seluruh lapisan masyarakat mengalami. Tidak ada perbedaan strata ekonomi. Tak kenal dikau siapa. Tak pandang rupa. Seluruh umat manusia tak ada daya. Setiap pribadi dipaksa. Mengatur ulang hidupnya. Begitu kuasanyakah si Corona? Sehingga seluruh dunia diatur ulang seenaknya!

Pernahkah dikau saksikan? Ataupun merasakan. Serupa ini menjadi kenyataan. Orang dikubur tanpa dihadiri keluarga. Tidak ada doa apalagi kebaktian. Layaknya setiap orang menjauh ketakutan. Cepat-cepat dikebumikan. Tanpa ritual agama. Tak ada kidung duka. Apalagi bapak pendeta.

Aaahhh! Pesan apakah yang ingin disampaikan?

Mimpikah ini atau apa? Pernahkah dikau alami tempat ibadah semua agama kosong? Tempat sakral yang biasanya padat jadi tidak ada orang. Bangunan-bangunan besar nan megah melompong. Dan setiap orang dipaksa diam. Untuk merenung dalam-dalam.

Seakan Allah berkata: ‘Cukup! Stop! Enough is enough!’ Cukuplah sudah semua itu. Dan hati-Nya pilu. Sebagaimana di zaman dahulu. Ketika DIA membiarkan air bah menderu. Hati-Nya sakit merelakan tsunami raksasa melaju. Begitukah juga hati-Nya dengan si Corona itu?

Ketika TUHAN Allah melihat betapa meluasnya kejahatan manusia, dan bahwa niat hati dan pikiran mereka selalu cenderung kepada kejahatan, maka Ia menyesal telah membuat mereka. Hati-Nya hancur. Lalu firman-Nya, “Semua manusia yang telah Kuciptakan ini akan Kumusnahkan dari permukaan bumi. Demikian juga semua hewan, binatang melata, dan burung, karena Aku menyesal telah membuat mereka.” (Kejadian 6:5-7 FAYH)

Mungkinkah si Corona itu satu-satunya jalan? Agar seluruh umat manusia terdiam. Terhenti dari segala kegiatan. Untuk berpikir jernih secara tajam. Kontemplasi di bawah ancaman. Maut yang siap-siap menerkam. Intropeksi diri di bawah naungan kematian.

Mungkinkah cara itu akan mempan? Memaksa manusia untuk diam. Agar ada waktu untuk melihat ke dalam. Ke hati yang selama ini tidak dihiraukan. Karena begitu sibuknya kehidupan. Untuk mencari kepuasan. Yang ternyata hanya tipuan. Karena semua akan ditinggalkan.

Semua kegiatan terhenti
Siapapun si Corona tidak peduli
Terpaksa diam seorang diri
Apa sieh tujuan hidup ini?

Jika terjaga malam-malam. Duduk sendiri sunyi di sekeliling mencekam. Ataupun siang-siang terasa kelam. Banyak pikiran yang bukan-bukan. Terbayang di depan kekalutan. Ketidakpastian yang berbaris menunggu antrian. Kaburnya pengharapan. Kemudian? Ini yang tak pernah terpikirkan! Apakah sebenarnya yang menjadi tujuan?

Bisa jadi. Ini masa-masa yang sesungguhnya selama ini dinanti-nanti. Kesempatan untuk mengatur ulang. Dengan melepas semua yang selama ini erat-erat dipegang. Dan kembali kepada maksud dan tujuan. Keberadaan sebagai makhluk ciptaan.

Dengarkan suara kalbu. Simak apa yang mengiang-ngiang selalu. Bukankah terasa dasar-dasar kepercayaan digoncang. Kebiasaan beragama setiap orang dipertanyakan. Kebiasaan spiritual yang selama ini dipegang. Bisa jadi itu hanya perhiasan. Aksesori yang bukan tulen. Embel-embel yang tidak diperlukan.

Bak applikasi gadget yang sudah kebanyakan. Hp jadi lemot, panas, dan kelelahan. Perlu kembali disegarkan. Dengan menekan tombol untuk mengembalikan ke setting-an permulaan. Pengaturan dari pabrikan. Mungkinkah hal sama terjadi pada kerohanian? Perlu diatur ulang untuk kembali ke standar awal. Patokan sesuai dengan buku manual.

Janganlah kamu mencari Betel, janganlah pergi ke Gilgal dan janganlah menyeberang ke Bersyeba, sebab Gilgal pasti masuk ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap.” Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup, (Amos 5:5,6)

Cari Tuhan! Cari Tuhan! Cari Tuhan!

Jangan tertipu mencari DIA di tempat suci bak Bethel. Sia-sia pergi jauh-jauh ke Gilgal. Jangan digubris ajakan untuk ke Bersyeba. Karena tempat-tempat itu hanyalah aksesoris bak perhiasan. Carilah Tuhan! Maka dikau akan tahu tujuan. Untuk apa hidup Tuan dan Puan! (saduran dari The Message)

Dengan si Corona ini! Hidup tidak akan pernah sama lagi. Ini pengalaman langka. Peristiwa yang begitu berharga. Karena nyawa taruhannya. Moga itu tidak terlewat begitu saja.

Hanya? Itupun terserah Anda.

Mau itu akan mengubah hidup. Ataukah itu akan akhirnya pelan-pelan hilang redup?

Pilihan ada di tangan Adinda. Itulah hak istimewa. Yang menjadikan daku dan dikau manusia. Insan yang ada kehendak. Dan benak! (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” dan “Divine Love Story” karya NSM

Photo by Jose Antonio Gallego Vázquez on Unsplash

Comments

comments