203. ’Cerai!’

Viewed : 1,239 views

Hidup terasa lelah. Tak tahu ke mana arah. Adakalanya di setiap tikungan mau menyerah. Walau langit cerah. Sinar mentari berlimpah-limpah. Hidup mewah. Tampilan gagah. Dan nasib tidak seperti yang di sebelah. Ataupun yang hidup jauh dari berkah. Hari ke sehari hidup berharap dari sedekah. Akhirnya semuanya juga akan kalah. Sang waktu menuntut semua untuk pasrah. Ikuti manuskrip asing yang tidak lagi bisa diubah-ubah.

Sejak itu hidup turuti skrip irama dunia. Itu bukan tune nada yang dimaksudkan dari semula. Naskah yang Dia siapkan sebelum ada apa-apa. Sedari mula dikau tercipta. His Lovers, dikau itu kekasih-Nya. Di Taman Sorgalah dikau ditempatkan-Nya. Manuskrip yang Dia tuliskan. Kerinduan yang Dia impikan. Seakan dikau itu bagai cinta pertama-Nya. Untuk menjadi kekasih selama-lamanya.

Aaahhh! Mengapa dikau dan daku memilih tarian lainnya? Lantas? Terbangun sudah ada di atas panggung dunia. Terperdaya ikut tarian asing hentakkannya. Lenggang lenggok tak sesuai dengan irama. Langkah kaki ke kanan ke kiri membawa lara.

Sama seperti mendengarkan musik yang frekuensinya tak pas di gendang telinga. Setiap nada bising bunyinya. Nada-nada yang tidak tahu maksudnya. Selalu salah terka. Bahkan kidung dukapun tak tahu itu lara. Mungkinkah daku dan dikau sudah pekak tak mampu lagi dengar apa-apa. Keadaan ini sungguh menyiksa jiwa. Ketika hati rindu. Namun tidak lagi mampu dengar seruling merdu.

Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. (Lukas 7:32)

Naskah lain di luar Taman Sorga. Taman Eden entah hilang ke mana. Itu tinggal memori belaka. Kerinduan setiap umat manusia. Mengkhayal agar sorga nyata di dunia. Begitulah kerinduan untuk bertegor sapa. Becanda dengan Sang Pencipta. Bak kekasih saling bermesra. Dua hati bersatu padu seia sekata. Seirama seperasa. Itu seakan honeymoon mula-mula.

Apa daya. Bulan madu tak bertahan lama. Kisah cinta berakhir di ujung lara. Tegor sapa jadi seadanya. Bak sejoli tak tahu lagi harus bagaimana. Acuh tak acuh terhadap si dia. Masing-masing merasa yang lain tidak setia. Saling menyalahkan sudah biasa. Begitu cepat mesra beralih keji. Rindu berganti benci. Cinta pertama yang begitu panas. Apes berakhir nahas.

Beginilah firman TUHAN: “Di manakah gerangan surat cerai ibumu tanda Aku telah mengusir dia? Atau kepada siapakah di antara penagih hutang-Ku Aku pernah menjual engkau? Sesungguhnya, oleh karena kesalahanmu sendiri kamu terjual dan oleh karena pelanggaranmu sendiri ibumu diusir. (Yesaya 50:1)

Cerai!

Dalam konteks keluarga. Itu kata tabu untuk diucapkan. Kata-kata yang menyakitkan. Bukankah kata itu yang daku dan dikau dapat rasa? Bagaikan pasangan muda. Belum lagi berapa lama. Tidak lagi ada saling percaya. Cinta sudah pergi entah ke mana. Saling tuduh itu cara ungkapkan rasa kecewa. Jika hubungan dingin. Kaku serta serba salah. Niat cerai nyata menjelma.

Namun sejatinya, hidup ini adalah kisah cinta. Hubungan asmara dengan kekasih jiwa. Romatika ilahi yang menguasai sukma. Dengarkan! Perhatikan! Bagaimana Adam dan Hawa. Bercengkrama dengan Dia di Taman Sorga. Kehadiran-Nya nyata senyata-nyatanya. Itu kenangan yang membekas di hati. Tertanam dalam sanubari. Melekat di nurani. Itu tergores hingga kini. Daku dan dikau tak terkecuali.

Kerinduan tegor sapa dengan Sang Cinta. Kehausan untuk dengar suara. Kembali lagi berada di Taman Sorga. Menghantui manusia sejak purbakala. Menguasai peradaban dan budaya. Semua merupakan pantulan kekecewaan. Jeritan. Tangisan. Kapan lagi dapat bersendagurau dengan Sang Kuasa. Seakan Dia kekasih waktu masih muda. Sejoli mabuk api asmara. Bak cinta pertama.

Dia sudah pergi entah ke mana. Membiarkan daku dan dikau mengikuti selera. Merelakan daku dan dikau mengesampingkan-Nya. Dan Dia diam menderita. Tapi Dia seakan tak berbuat apa-apa. Namun seolah berkata: ’Sila pergi dengan yang kau suka!’ Bercengkrama dengan yang lain!

Sang yang lain itu piawai dalam berdusta. ’Love affair’ dengan Sang Cinta diganti dengan berbagai cara. Tegor sapa berubah jadi aturan tentang tatacara menyapa. Agendanya sangat nyata. Melepaskan dikau dan daku dari hati nurani. Ikuti urutan dalam berbakti. Kidungkan pujian sesuai dengan ketetapan buku rohani. Dengan demikian, seakan Dia yang daku dan dikau puja puji.

Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” (Matius 15:8,9)

Rasa bersalah menjelma di kalbu. Aku tertipu. Lalu! Berusaha menghadirkan-Nya seperti dulu. Sayang semua usaha itu palsu. Itu jauh dari hubungan cinta seperti dulu. Love affair telah berlalu. Selamat bermain dalam naskah cinta semu. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” karya NSM

Image by Gerd Altmann from Pixabay

Comments

comments