274. Ilusi Beragama

Viewed : 1,245 views

Tahun ini belum juga melewati pertengahan, kembali umat manusia dibayangi ketidakpastian. Wabah semakin menjadi-jadi di India, korban berjatuhan melebihi dari yang sebelumnya. Apakah peradaban, generasi ini, akan hidup terus dalam bayang-bayang ancaman?

Tadinya dikira keadaan telah dapat dikendalikan, sehingga diijinkan perayaan keagamaan. Seremoni sakral yang sudah begitu lama dirindukan. Umat yang taat yakin Sang Kuasa akan melindungi mereka dari si virus yang tidak kelihatan.

Ini kodrat insani, tertanam keberanian yang tersembunyi di dalam diri. Karena kalau sudah menyangkut hubungan dengan Sang Ilahi, maut pun dihadapi. Jangan tanya mengapa? Walau itu sudah tidak masuk logika. Jika sudah dalam rangka ibadah, maka wabah pun dianggap ancaman yang tidak lagi berarti.

Festival keagamaan Kumbh Mela, diperkirakan 5 juta penziarah beramai-ramai berendam di sunggai Gangga. Larut dalam kekhusyukan jiwa, protokol kesehatan dianggap tidak ada. Mereka yakin bahwa Maa (ibu) Gangga akan melindungi umat dari ganasnya pandemi. Cerita selanjutnya apa yang terjadi, tinggal tonton TV.

Dan kenekatan itu ‘sebelas duabelas’ di semua keyakinan. Semakin berbahaya tantangan, semakin terasa lebih beriman. Karena tindakan yang menantang bala malahan dianggap sebagai tanda, bahwa kadar iman sedang menyala-nyala.

Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan mengirim kepadanya tukang-tukang yang akan menuangkannya, mencurahkan tempayan-tempayannya dan memecahkan buyung-buyungnya. Maka Moab akan menjadi malu oleh karena dewa Kamos, sama seperti kaum Israel menjadi malu oleh karena Betel, kepercayaan mereka. (Yeremia 48:12,13)

But those days are a thing of the past. I’ll put him to work at hard labor. That will wake him up to the world of hard knocks. That will smash his illusions. (Yeremia 48:12,The Message)

Apakah waktu yang seperti ribuan tahun lalu seperti yang dikatakan nabi Yeremia, itu sekarang sudah nyata? Keadaan yang akan mencengangkan siapa saja. Kala Allah melakukan hal-hal yang tidak terduga. Peristiwa yang akan membuat semua penziarah akan kehilangan muka.

Bagai bangsa Moab yang malu karena sesembahan tidak lagi dapat berbuat apa-apa. Tadinya penziarah merasa akan terlidungi dari si Corona, karena bukankah ritual dilakukan untuk menyenangkan hati sang dewa? Bak dewa Kamos di era kini, apa daya keyakinan itu ternyata hanya sampai sebatas harapan yang sia-sia.

Tidak terkecuali juga dengan umat pilihan yang mengandalkan sejenis sunggai Gangga dalam versi lain. Secara rohani, Betel ada tempat khusus di hati umat. Di tempat itulah pertama sekali Sang Kuasa menampakkan diri ke pada Yakup. Ingat Betel, ingat bagaimana si Yakup menang bergumul dan menjadi si Israel.

Ia [Yakup] bergumul dengan Malaikat dan menang; ia menangis dan memohon belas kasihan kepada-Nya. Di Betel ia bertemu dengan Dia, (Hosea 12:4)

Maa Gangga, dewa Kamos, bahkan Betel pun sama saja. Dalam masa pandemi ini semua terbukti tidak berdaya. Keyakinan ada kuasa dalam menjalankan ritual agama, itu hanyalah angan-angan belaka. Keyakinan itu hanyalah khayalan alias ilusi saja. Akibatnya, korban pandemi semakin tidak dapat dihindari. Bukan hanya itu terjadi di India, namun juga bisa melanda di lingkungan gereja.

Ilusi ataukah iman?

Dorongan untuk jema’at mulai melakukan kegiatan pelayanan seperti semula, ibadah seperti sediakala, sangatlah nyata. Anggapan menantang si Corona sebagai ekspresi iman yang membara, sungguh itu godaan bagi setiap umat percaya.

Ilusi ataukah itu langkah iman? Sila tentukan pendirian. Karena itu pun berpulang kepada puan dan tuan. Tetap taat protokol kesehatan, langkah bijak di era ketidakpastian. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” dan “Divine Love Story” karya NSM

Photo by Debashis RC Biswas on Unsplash

Comments

comments