141. Edisi Khusus: ’Duka Untuk Palu’

Viewed : 631 views

Hati siapa yang tak miris. Ngilu. Bak disayat sembilu. Menyaksikan gelombang laut bak moster sadis tak pandang bulu. Menelan apa saja yang ada di hadapannya. Bangunan beton kokoh, luluh lantak tak berkutik. Alam begitu kejam. Semua bertekuk lutut tak berdaya.

Dasar bumi goyang. Bukit runtuh bagai lilin disambar api. Desa-desa hilang ditelan alam. Tak ada jejak. Tak ada bekas. Seolah alam bangga. Jumawa. Tak ada yang bertahan di hadapannya.

Tak pandang usia. Bayi maupun dewasa. Pria ataupun wanita. Miskin ataupun kaya. Tak kenal warna kulit. Aaahhh, ini yang berat. Yang percaya Tuhan ataupun tidak. Yang takwa ataupun sembrono. Yang saleh ataupun bergelimang dosa. Penganut agama Kristen ataupun bukan. Tak melihat KTP. Semuanya jadi korban.

Aku tertunduk. Jiwa merana. Kalbu bertanya. Apa yang terjadi? Dimana Tuhan?

Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! (Mazmur 44:23)

Ups! Tuhan tidur? Maaf, Tuhan terlelap? Wajar dan sangat lumrah. Orang bertanya. Mungkin menduga. Apakah Allah tidak tahu? Apakah Dia tidak mampu? Mengapa Dia biarkan? Lebih dari 1000’an korban sia-sia. Dan lebih banyak lagi terluka dan hilang. Berapa yang kecewa. Tak terbilang yang duka. Anak-anak tak ada ibu tak ada bapa. Harta benda hilang. Mata pencaharian sirna. Berapa lama suasana dulu akan kembali lagi? Ataukah itu tinggal memori? Dan Dia diam, sembunyi!

Aku tertunduk. Jiwa merana. Kalbu bertanya. Apa yang terjadi? Dimana Tuhan?

Satu dua hari berlalu. Terasa sudah sewindu. Suasana kacau balau. Manusia jadi ganas bak kerbau. Penjarahan di mana-mana tak terhalau. Pembagian makanan kacau. Semua ingin terdahulu. Tak ada aturan. Tidak peduli. Sesama jadi musuh. Masing-masing menyelamatkan dirinya. Dan Dia diam!

Mengapa Engkau menyembunyikan wajah-Mu? (Mazmur 44:24)

Aduh! Bagaimana ini?

Mengapa Dia diam? Dia sembunyi. Seperti tak peduli. Duka lara yang begitu menyayat hati. Dan membiarkan aku dan dikau dan semua umat manusia bertanya-tanya. Ataukah aku tuli, dikau budek dan semua congek? Gawat! Serta mempersilakan dikau ambil pilihan hati. Pilihan suara nurani.

Viral!

Hotel bertingkat. Kokoh dari beton terkuat. Runtuh rata dengan tanah. Puluhan jiwa tak selamat. Namun, dekatnya berdiri bangunan gereja kokoh tegap. Dan… ini yang membuat gelisah. Ramai ambil pelipur hati, tanda Tuhan tak diam: ‘Tuhan menjaga RumahNya.’ Kesaksian pilot yang terbangkan pesawat detik-detik terakhir sebelum terjadi bencana. Selamatlah ratusan jiwa. Ini dapat terjadi karena seorang Air Traffic Controler(ATC) bertahan di atas menara menuntun pesawat lepas landas. Dan akhirnya tewas.

Aaahhh, apakah Allah seperti itu. Menjaga satu gedung dan membiarkan gedung lainnya hancur dengan korban puluhan jiwa? Apakah pilot itu lebih istimewa dibandingkan dengan korban lainnya? Konon katanya, sang pilot jelas mendengar suara Tuhan! Tapi bagaimana dengan petugas ATC? Siapa yang sesungguhnya mendengar suara Tuhan? Tegasnya! Mengapa Dia tak memperingatkan penduduk Palu dengan jelas dan terang sehari sebelumnya? Sehingga dapat dihindari bencana. Mengapa Dia diam?

Dan dan dan. Tuhan Diam. Mengapa? Sayang. Aduh bagaimana ini? Alkitab tak menjawab!

Ayo yo yo. Sadar! Sebisanya hindarkan fatamorgana rohani. Hidup dalam realita kini. Pedang belum ditempa menjadi mata bajak. Tombak belum jadi pisau pemangkas (Yes 2:4).

Perang di mana-mana. Bencana tak kunjung henti. Kebencian semakin tak terkendali. Penyakit semakin kreatif. Mutasi gen, timbulkan penyakit ‘baru.’ AIDS masih merajalela. Radikal bebas menimbulkan penyakit kanker. Stroke, tak ada yang imun. Jurang si kaya-miskin tak terjembatani.

Ini yang jelas. Terang benderang. Ingat: Immanuel, Tuhan beserta kita. Sang Firman jadi darah dan daging. Dan ajal-Nya mengikuti hukum ‘darah-daging,’ hukum alam.

Sebagai pendatang dan perantau. Kita merindukan tanah air yang baru. Jauh dari bencana. Tak ada air mata. Tak ada penyakit. Tak perlu rebutan makanan. Tak khawatir hari esok. Berkumpul dengan semua keluarga dan handai taulan. Dan dan dan. Bertemu dengan kekasih jiwa. Muka dengan muka (! Yoh 3:2; 1Kor 13:12).

Ayo yo yo. Sementara menanti bumi baru langit baru. Tunjukkan empati kepada korban Palu. Lakukan apa saja kepada yang layu. Beri semangat kepada mereka yang lesu. Ingat, kitapun akan berlalu. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.

Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” karya NSM

Comments

comments