143. ’Tarian Cinta Ilahi’

on
Viewed : 1,123 views

Cinta memang sulit dianalisa. Tidak mengikuti logika. Sulit dicerna. Dia tak mengikuti norma. Cinta bukan untuk dimengerti. Bukan pula untuk dipahami. Tapi untuk dirasakan. Dinikmati. Dihidupi.

God’s problem is not that God is not able to do certain things. God’s problem that Gos loves. Love complicates the life of God as it complicates every life. (Douglas John Hall, terjemahan bebas: Persoalannya bukan karena Tuhan tidak mampu melakukan beberapa hal. Masalahnya karena Dia mengasihi. Cinta membuat pemahaman tentang Allah menjadi rumit sebagaimana cinta membuat hidup jadi ruwet.)

Bisa jadi. Itulah sebabnya! Dia Diam. Membisu. Seakan-akan menarik diri. Menyembunyikan diri. Membiarkan segalanya berjalan sesuai dengan hukum alam. Ikuti kaidah siang malam. Itu anugerah ilahi dalam rajutan alam.

Alam yang tak kenal belas kasihan. Tak pandang bulu. Kaya atau miskin. Professor atau buta aksara. Dewasa atau balita. Pria atau wanita. Semua tak terkecuali. Ada dalam kendali. Hukum alam yang tak dapat dihindari. Tak ampun. Tak kenal belas kasih. Melibas. Menggilas. Menerkam siapa saja. Sadis. Buas. Sejatinya alam itu kejam. Dan tak pernah kenyang. Tiada kata ‘menyesal.’ Ataupun berseru: ‘Cukup!’

Dunia orang mati, dan rahim yang mandul, dan bumi yang tidak pernah puas dengan air, dan api yang tidak pernah berkata: “Cukup!” (Amsal 30:16)

Akan tetapi! Bersamaan dengan itu. Ibarat dua sisi mata koin. Di satu sisi alam kejam tak berprikemanusiaan. Di sisi satunya alam juga murah hati tak terkira.

Alam memberi memberi dan memberi. Tak menuntut. Tak kenal lelah. Tak mengeluh. Tak kenal menyerah. Setia. Taat. Memenuhi kebutuhan manusia. Berlimpah. Tak perlu antri. Semuanya dapat seketika. Dan itu gratis.

Turun hujan membasahi bumi. Tanaman tumbuh kembali. Bunga mekar lagi. Segala mahkluk berlimpah dengan sukacita. Mentari pagi bersinar ceria. Unsur kimiawi menari pesta pora. Mendorong reaksi kimiawi dan fisika. Tak terlihat. Tak menonjolkan diri. Sunyi. Senyap. Selanjutnya, dedaunan menghasilkan oksigen. Sumber essensi hidup manusia.

Tak pandang pulu. Siapa saja. Yang bersyukur akan pemeliharaan-Nya. Ataupun yang tak percaya Dia ada. Seluruhnya menikmati kebaikan-Nya. Tak pilih kasih. Tak memilih. Yang malas. Tidur-tiduran. Maupun mereka kerja tak kenal lelah. Seluruhnya. Menikmati hujan. Matahari. Sejatinya alam itu sungguh bermurah hati. Tak hitung-hitungan. Dan tak menuntut balas jasa.

Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (Matius 5:45)

Cinta ilahi. Seakan-akan menari di kedua sisi. Hentakan kaki. Diikuti gerakan tangan yang lemah gemulai. Diiringi roman muka garang menyeringai. Kadang tangan terbuka. Lain kali memeluk rapat. Lantas melepas. Membungkuk kemudian tegak. Gerak meliuk-liuk merangkai ke dua sisi. Itu wujud tarian cinta Ilahi. Siapakah yang dapat menerka goyangan selanjutnya? Entahkah mimpi buruk yang akan terjadi? Ataukah dapat ‘durian jatuh’ berulang kali?

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya… ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; (Pengkhotbah 3:1,4)

Gendang telah ditabuh. Gitar telah dipetik. Biola telah digesek. Kidung telah dilantunkan. Tarian telah dimainkan. Mau atau tidak. Rela atau terpaksa. Setiap insan ada tariannya sendiri. Dan tak dapat berhenti. Terus hingga mati.

Kadang iramanya sedih. Bisa juga selanjutnya pedih. Bahkan cenderung lebih parah. Hidup memang perih. Tak terduga. Tak ikuti aturan. Sering duka tak berakhir dengan suka. Ada juga yang mulai dengan ‘gembira’, tapi berakhir juga dengan ‘ria.’ Berjalan dengan beban berat. Tiba dengan nasib ‘sekarat.’ ‘Habis gelap terbitlah terang.’ Maaf, itu bukan pedoman baku.

Ada mencari sekuat tenaga tapi tak dapat apa-apa. Yang tak peduli malah dapat berlimpah. Ada menangis merindukan tapi tak kunjung tiba. Yang tak berharap malahan senantiasa jumpa.

Siapa yang tak rindu ‘suka’ setelah ‘duka’? Gelap gulita. Jalan buntu. Semuanya rindu secercah harapan.

Ada tarian ria bak nada Kopi Dangdut. Jangan tinggi hati. Jangan lupa diri. Bisa saja itu sekejap ganti. Ke nada memelas. Jeritan hati kena bencana alam dalam kidung Ebiet G Ade, Berita Kepada Kawan. Itu terjadi? Jangan kecil hati. Ingat! Tarian ilahi menyulam ke dua sisi.

Sejatinya! Setiap insan. Setiap mahkluk hidup. Hidup di kedua sisi. Alam yang kejam dan sekaligus murah hati.

Tarian sedang ditarikan. Dan Dia diam. Kisahnya telah terjadi. Dia membiarkan Adam sendiri. Tentukan langkah. Ikuti hentakan ayunan kaki. Sambut tarian ilahi.

Bukan Dia tak peduli. Tidak juga karena Dia tak mumpuni. Ayunan tangan telah bergerak ke sana ke sini. Kaki telah melangkah ke kanan dan ke kiri. Merangkai tarian ilahi. Demikian dulu dan juga kini. Tak henti. Hingga nanti.

Dikau dan aku, tak terkecuali. Walau merasa termasuk kaum elite rohani. Jangan lari! Patah hati. Apalagi frustasi. Ayo yo yo. Bangun dari mimpi di siang hari. Hadapi. Ikuti. Tarian ilahi.

Silakan menari. Tarian cinta ilahi merajut ke dua sisi. Ikut goyang ritme ilahi. Hadapi tempo irama ilahi. Pastikan pilihan nada dan denyut nadi. Ayunan tangan dan hentakan kaki. Dalam menyikapi tarian ilahi. Selamat menari…💃🏽🕺🏽…di kedua sisi! Itulah hidup yang sejati. Di bawah matahari. (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.

Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi” karya NSM

Comments

comments