398. Algoritma

Viewed : 154 views

Satu yang sudah pasti, daku dan dikau akan mati! Demikianlah takdir manusia di bumi, semua akan pergi. Entah cepat ataupun lambat, semua akan tamat. Terlahir spontan menangis, pergi pun tersemat kisah melankolis. Tiada yang menang melawan maut, semua takluk tekuk lutut.

Bagaimanapun dahulu kala ceritanya, trailer macam apa yang melatarbelakangi kisahnya, namun yang pasti ini telah menjadi fakta. Adinda telah menjadi makhluk yang fana. Boleh-boleh saja tidak ingin terlahir, namun keberadaanmu di dunia tidak lagi bisa dianulir. Malang! Jalannya waktu tidak dapat lagi dihadang, apalagi diputar kembali ke belakang.

Sekarang, daku telah dewasa, dikau pun sudah tahu segala. Dapat membedakan mana yang baik dan mampu berkelit dari yang berbau fasik. Ada kapasitas untuk menentukan pilihan walau dikelilingi keterbatasan. Kehendak bebas, free will-lah yang menjadikan daku dan dikau God’s image di muka bumi.

Di lingkungan kaum cerdik pandai pemahaman isu ini masih terbagi-bagi. Hindarkan lontaran kata sesat jika daku melihatnya dari berbagai sisi. So, sila Adinda beda pendapat, memandangnya dari berbagai tempat. Ibarat melihat dari berbagai sudut, perbedaan bisa-bisa bukanlah pertentangan, namun sebagai kekayaan agar pemahaman semakin mengerucut.

Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ”Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2:16,17)

Tidak dapat dielakkan, kehendak bebas menjadi dasar spiritual law bagi Adam Hawa maupun daku untuk bertanggungjawab atas pilihan. Bak di pengadilan, itulah dasar tuntutan. Dalam konteks Taman Eden, walau Adam Hawa belum tahu apa itu yang baik – yang jahat, namun telah tersedia dua pilihan, makan atau tidak buah pengetahuan.

Tentu, ini berhubungan dengan ketaatan, bukan isu yang baik ataupun yang akan menyesatkan. Pilihan baru fair, jika disampaikan sebab akibatnya. Memakan buah kehidupan akan hidup berkepanjangan (Kejadian 3:22). Memakan buah pengetahuan, pilihan mematikan (Kejadian 2:17).

Dengan demikian, pilihan di perioda sebelum memakan buah pohon pengetahuan, isunya bukan baik ataupun jahat. Namun, taat atau tidak setia, alias percaya kepada apa yang dikatakan Sang Pencipta atau mencoba-coba berpaling ke si Penggoda.

Secara teoritis, kemungkinan pilihan ke kiri/ ke kanan atau tetap dalam barisan haruslah setara sebagai syarat kritis. Jika, misalnya by design, daku dirancang agar lebih cenderung ke satu pihak, maka dapatlah dikatakan itu sudah dianggap memihak. Dalam situasi demikian, pelanggaran yang bersangkutan di depan hakim, bebas demi hukum. Sebaliknya, ketaatannya hanyalah rekayasa belaka, tidak asli dari dalam dada!

Jika demikian adanya, maka daku tidak lebih tidak kurang hanyalah bagai sebuah robot super canggih! Setinggi apapun teknologi Artificial Intelligence yang ditanamkan ke robot tersebut, tetaplah daku sebagai mesin yang hidup berdasarkan algoritma penciptanya.

Daku buta, mungkin juga dikau masih meraba-raba dengan perkembangan teknologi AI. Mungkinkah DIA melepaskan pilihan itu 100 % ada di tangan Adinda? Layaknya, algoritma (rangkaian langkah-langkah) dalam pengambilan keputusan, itu sepenuhnya begantung kepada kehendak bebas yang ada dalam diri Adinda.

Apakah ini artinya DIA tidak berkuasa mengendalikan rangkaian tahapan keputusan yang dibuat Adinda? Ataukah sebaliknya, justru karena DIA maha kuasa sehingga dapat menganugerahkan kehendak bebas dalam diri manusia?

Tunggu dulu! Bukankah DIA maha tahu, paham akhir dari akibat semua prilaku? Lalu, DIA-kah yang menentukan akhir dari segala sesuatu? Bagaimanakah menyandingkan dengan harmonis kehendak bebasku dengan kemahatahuan-NYA itu? Aaahhh, aku tidak tahu! (nsm)

NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes.


Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi“,”Divine Love Story” dan “The Great Dance of Divine Love” karya NSM

Renungan Lainnya :

Comments

comments