20. Sukacita Sejati

Viewed : 1,222 views

Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. (Lukas 15:32)

Bagi ayahnya, anak bungsu sudah dianggap mati.

Ketika hubungan terputus, tidak ada kesenangan lagi sebagai ayah di dalam hubungannya dengan anaknya yang bungsu. Anak bungsu memang masih hidup, tetapi hidup di dalam pembaktian kepada dirinya sendiri. Ia telah pergi ke tempat yang jauh, dan dengan segala harta yang dimilikinya si bungsu foya-foya bersama dengan para pelacur.

Anak bungsu telah hilang. Ia dengan sadar memilih jalannya sendiri dan mengabaikan segala didikan, nasihat dan kebajikan yang telah diajarkan ayahnya. Ia lebih menyukai segala gagasannya sendiri.

Ayah yang terluka adalah ayah yang mengasihi dan selalu merindukan kembalinya si bungsu. Anak bungsu adalah darah dagingnya sendiri. Meskipun tidak ada kesenangan lagi yang dirasakannya di dalam kenangan akan anak bungsu, tetapi ayahnya lah yang paling merindukan kepulangannya. Waktu demi waktu berlalu di dalam sepi selalu menemai sang ayah menunggu kepulangan si bungsu. Selalu ada harapan yang terbaik bagi anaknya yang telah pergi jauh, bahwa dia akhirnya akan pulang.

Kepulangan si bungsu membuktikan kegagalan hidupnya dengan segala kebebasan yang dia jalani, namun kepulangannya juga membuktikan keajaiban kasih karunia ayahnya yang tidak pernah dia sadari selama ini. Kepulangan si bungsu adalah sebuah mujizat, dan itu sudah sepantasnya dirayakan. Bukan hanya ayahnya yang bersukacita, tetapi juga anaknya yang sulung, bahkan semua orang yang berada di dalam rumahnya patut bersukacita. Tidak alasan secuilpun untuk tidak bersukacita.

Itulah berita sukacita. Berita itu menyebar kuat diwartakan ke seluruh pelosok negeri.

Sukacita itu menenggelamkan segala kehancuran hidup anak bungsu dan melahirkan kehidupan yang baru di tengah-tengah keluarganya. Sukacita itu merupakan ungkapan alami dari sebuah hubungan yang telah dipulihkan. Bagi ayahnya sukacita itu merupakan kebahagiaan yang tiada bertara, bukti yang sempurna dari kasih kepada anaknya yang tiada berkesudahan.

Si bungsu dikasihi, meskipun telah membuat sedih ayahnya. Dirinya diterima tanpa syarat, meskipun telah menghabiskan harta orang tuanya. Dirinya diampuni, meskipun telah berdosa terhadap sorga dan terhadap ayahnya. Dirinya dipulihkan, meskipun dirinya telah memberontak kepada ayahnya. Dirinya dibenarkan, meskipun banyak kesalahan dan kelemahan yang dia punyai. Hidupnya penuh anugrah. Ia diliputi rasa syukur, dan itu semua itu membarui kehidupannya. Hatinya puas lelas dengan segala kasih dan kemurahan ayahnya. Ada cara baru di dalam memandang relasi dirinya dengan ayahnya, hidupnya penuh dengan arti, tidak tinggal di dalam sepi, justru meluap dengan sukacita yang sejati.

Namun, bagi si sulung sukacita itu sendiri menjadi sebuah misteri. Misteri itu menggelisahkan hatinya karena tidak sanggup melihat sebuah kebenaran yang sedang dinyatakan.

Teja adalah suami dari Titin, ayah dari Kasih dan Anugrah.

Image by Free-Photos from Pixabay

Comments

comments