Drama si ular mampu berkomunikasi dengan manusia pertama, sungguh menimbulkan banyak tanda tanya. Belum lagi kelicikan dan tipu daya yang disuguhkan, apalagi itu semua terjadi di hadapan Sang Pencipta, menimbulkan berbagai praduga yang menyesakkan.
Siapa pun tahu! Dikau tidak harus pakar, anak-anak Sekolah Dasar pun paham bahwa itu tidak benar. Masa insan dapat tegor sapa dengan ular? Ataukah di era purba binatang dapat berbicara seperti manusia? Mungkinkah semua fauna di Taman Eden mampu berkomunikasi dengan bahasa manusia?
Jangan-jangan manusia modern telah kehilangan konteks kala cerita itu dituliskan sehingga daku dan dikau kehilangan makna? Makna yang menjadi referensi stori dari keseluruhan Alkitab.
Mungkinkah ketika narasi itu ditulis dan umat yang membacanya dapat memahami maksudnya dengan jelas? Bagi umat Yahudi 2500’an tahun yang lalu membaca narasi tersebut maknanya terang benderang. Tidak perlu menduga-duga, apalagi itu dianggap sekadar dongeng pengantar anak tidur belaka.
Ular itu berkata kepada perempuan itu… Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu… (Kejadian 3:1,2)
Wow wow wow! Perhatikanlah diskripsi kalimat sahut menyahut di atas. Mungkinkah narasinya mendorong daku untuk menduga bahwa mereka saling kenal? Tidak ada nada terkejut, komunikasi berlangsung santai bak 2 teman tengah bertukar pikiran.
Si ular, naga-naganya, tidak asing bagi si perempuan, begitu juga sebaliknya. Komunikasi berjalan lancar, saling tukar nalar. Bukankah cara si penulis kitab mengungkapkan konten dialog tersebut memberi kesan mendalam kepada pembaca bahwa mereka bak teman? Paling tidak bukan lawan!
Mungkinkah ini menunjuk kepada fakta bahwa mereka bersahabat atau pun paling tidak 2 pribadi dari satu asal yang tengah saling bicara? Ataukah satu keluarga dari alam berbeda? Bisa jadi itu sebabnya, halama-halaman pertama Alkitab hubungan Adam-Hawa disebut dalam konteks keluarga (Kejadian 2:24). Jadi, ini isu relasi dalam satu keluarga dari alam berbeda. Begitukah?
Kalau begitu cukup jelaslah! Keluarga Adam di hadirkan di dunia nyata. Sedangkan, si ular bagian dari keluarga di alam tidak kasat mata. Ke dua keluarga, keluarga yang hidup dalam dimensi ruang waktu dan keluarga yang melewati dimensi itu, bersatu di Taman Sorga. Begitukah kerinduan-NYA sejak dulu?
Lihatlah! Betapa krusialnya keberadaan Taman Eden. Taman Sorga tempat bersatunya ke dua keluarga dari alam yang berbeda. Tidak heran, jika kisah peradaban manusia di mulai dari taman ini. Titik ‘nol’ sejarah peradaban manusia di muka bumi.
Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, (Kejadian 3:8)
Taman misterius, taman unik, kala jejak langkah Sang Pecipta pun secara audio terdengar. Bukan hanya oleh seorang, namun mereka berdua dapat dengan jelas menangkap bunyi jejak Sang Kuasa. DIA menyatakan diri ke dalam dimensi manusia.
So, tidaklah berlebihan jika si ular pun, yang dari alam sana, dapat berkomunikasi dengan Hawa. Dua alam dari dimensi yang berbeda, akrab bercanda sambil lempar senyum menggoda.
Apa yang terjadi di taman ini, menjadi penentu arah sejarah peradaban di kemudian hari. Entah si perempuan memakan godaan ataukah lolos cobaan akan mewarnai peradaban. Dua kemungkinan yang DIA sudah tahu pasti apa yang terjadi.
Pertanyaan yang mengglitik. Mengapa Sang Yang Maha Tahu yang sudah tahu tetap kukuh melanjutkan rencana penciptaan? Daku dan dikau juga sudah tahu, betapa pahitnya ini semua. Walau begitu, DIA tetap pada rencana semula agar Taman Sorga melingkupi seluruh benua! (nsm)
![]() |
NSM adalah seorang awam yang bak musafir yang senantiasa merindukan Air Hidup di padang pasir nan tandus walau hanya setetes. Telah terbit buku “Misteri Romantika Ilahi“,”Divine Love Story” dan “The Great Dance of Divine Love” karya NSM |

